Jakarta - Mari mencoba menihilkan ketidakmungkinan. Bagaimana jika Liverpool mengakhiri dahaga gelar Liga Inggris-nya musim ini? Atau muncul juara yang tidak disangka-sangka, seperti... Manchester City.
"It's kind of fun to do the impossible," begitu kata tokoh yang berada di balik kelahiran tokoh kartun Mickey Mouse, Walt Disney. Ya, betapa menyenangkan melakukan sesuatu yang mustahil. Sesuatu yang tidak mungkin.
Disney yang menyukai dunia menggambar sejak kecil terbiasa untuk mengaplikasikan imajinasinya menjadi kenyataan. Kenyataan yang diguratkan olehnya dalam goresan tokoh-tokoh kartun yang diciptakannya.
Kita memang tidak akan membicarakan Disney dan imajinasinya di sini, tapi hanya sekadar berbicara mengenai imajinasi itu sendiri. Berimajinasi, berandai-andai bagaimana jika hal-hal yang dianggap mustahil menjadi kenyataan -- seperti bagaimana jadinya bila tim-tim yang tak diunggulkan justru tampil menjadi kejutan.
Atas prestasi jebloknya pada beberapa musim terakhir, Liverpool akhirnya relatif tidak diunggulkan jika dibandingkan dengan Manchester United dan Chelsea. Beberapa punggawa The Reds sendiri sempat mengatakan bahwa target mereka "hanya" sebatas menembus zona Liga Champions kembali.
Tapi, percayakah Anda – terutama pendukung Liverpool – jika 'Si Merseyside Merah' sama sekali tidak memikirkan trofi juara? Yang jelas Steven Gerrard sudah berkali-kali menyiratkan keinginan mengangkat piala yang belum pernah disentuhnya itu. Bisa jadi bohong kalau Liverpool sama sekali tidak berpikir soal trofi.
Andai tampil sebagai juara di akhir masa 38 pekan, Liverpool bakal menyudahi puasa yang sudah berlangsung lebih dari 20 tahun, rekor 19 gelar milik sang rival, MU, hanya berlangsung semusim. Dalglish bakal dielu-elukan, orang yang terakhir kali membawa Liverpool menjuarai Liga Inggris itu telah kembali untuk mengangkat timnya sekali lagi. Return of The King! Sungguh imajinasi yang menyenangkan jika jadi kenyataan, bukan?
Namun, bukan hanya Liverpool yang menginginkan hal seperti itu. Sekitar 35 mil dari Liverpool, di kota Manchester, ada Manchester City yang begitu ingin mendapatkan kegemilangan yang sudah dirasakan rival sekota mereka. City ingin membeli mimpi dengan uang, uang yang kemudian mereka gunakan untuk membangun skuad yang "wah".
Hasilnya memang tidak jelek. Setidaknya anak-anak asuh Roberto Mancini itu sudah menunjukkan bahwa mereka punya kapasitas untuk mengangkat trofi. Piala FA musim lalu adalah buktinya. Terbayang bagaimana jika akhirnya keluar sebagai juara? Sir Alex Ferguson bisa jadi akan semakin terusik dengan 'Si Tetangga Cerewet', dan sebaliknya The Citizens bakal punya rasa pede lebih besar di hadapan The Red Devils.
Tapi, imajinasi takkan berarti apa-apa jika tidak terwujud. Setiap pesepakbola di dunia ini bisa mengimajinasikan trik-trik menawan di dalam benaknya, namun apa artinya jika mereka tak mampu mempraktikannya di lapangan dan menunjukkannya. Apa artinya memimpikan trofi jika tidak bisa mengangkatnya?
Di sinilah bagaimana seorang manajer mengaplikasikan visinya menjadi penting. Dalglish berusaha membuat kedalaman skuad yang cukup supaya Liverpool bisa bersaing sepanjang musim. Maka, dibelilah pemain-pemain yang dinilainya berbakat dan bertalenta seperti Jordan Henderson dan Stewart Downing.
Sedangkan City masih berpedoman pada pembelian nama-nama besar. Dalam pandangan mereka, ini bukan hal yang salah. Toh, langkah seperti ini sudah berhasil membuat mereka mengakhiri puasa trofi sejak 1976. Mancini masih meracik taktiknya dengan mengandalkan pengalaman pemain-pemain top yang dimilikinya. Musim ini didatangkanlah olehnya seorang Sergio Aguero.
Hanya saja, tim-tim lain di luar Liverpool dan City tak serta-merta ongkang-ongkang kaki dengan status unggulan. MU, misalnya, punya tekad untuk semakin menebalkan status sebagai raja dengan meraih titel ke-20. Sir Alex punya kepercayaan besar pada pemain-pemain muda yang menghuni timnya, yang sudah solid sejak musim lalu. Plus, 'Setan Merah' kini dikabarkan kian dekat untuk mendapatkan Wesley Sneijder. Sir Alex tidak mau main-main dalam memperkuat skuadnya.
Di kubu lain, Chelsea menaruh kepercayaan besar pada sosok Andre Villas-Boas. The Blues tidak (atau belum) melakukan pembelian yang istimewa selama bursa transfer musim panas. Tapi, Villas-Boas cukup percaya diri bisa membangkitkan kembali potensi yang ada di dalam skuadnya. Ia tahu, nama-nama seperti Didier Drogba, John Terry, dan Frank Lampard, meski sudah mulai masa senja karier, masih cukup mumpuni untuk bersaing di liga domestik. Tinggal bagaimana ia memoles mereka menjadi segar kembali.
Dengan latar belakang tekad yang berbeda, setiap klub bakal mulai bersaing di Premier League mulai akhir pekan ini. Seru? Pasti! Tapi, siapa yang akan keluar sebagai juara? Nantikan saja, sembari meniadakan ketidakmungkinan itu sendiri. Dijamin, pasti lebih seru.
==
* Penulis adalah wartawan detiksport, beredar di dunia maya dengan akun twitter @rossifinza
"It's kind of fun to do the impossible," begitu kata tokoh yang berada di balik kelahiran tokoh kartun Mickey Mouse, Walt Disney. Ya, betapa menyenangkan melakukan sesuatu yang mustahil. Sesuatu yang tidak mungkin.
Disney yang menyukai dunia menggambar sejak kecil terbiasa untuk mengaplikasikan imajinasinya menjadi kenyataan. Kenyataan yang diguratkan olehnya dalam goresan tokoh-tokoh kartun yang diciptakannya.
Kita memang tidak akan membicarakan Disney dan imajinasinya di sini, tapi hanya sekadar berbicara mengenai imajinasi itu sendiri. Berimajinasi, berandai-andai bagaimana jika hal-hal yang dianggap mustahil menjadi kenyataan -- seperti bagaimana jadinya bila tim-tim yang tak diunggulkan justru tampil menjadi kejutan.
Atas prestasi jebloknya pada beberapa musim terakhir, Liverpool akhirnya relatif tidak diunggulkan jika dibandingkan dengan Manchester United dan Chelsea. Beberapa punggawa The Reds sendiri sempat mengatakan bahwa target mereka "hanya" sebatas menembus zona Liga Champions kembali.
Tapi, percayakah Anda – terutama pendukung Liverpool – jika 'Si Merseyside Merah' sama sekali tidak memikirkan trofi juara? Yang jelas Steven Gerrard sudah berkali-kali menyiratkan keinginan mengangkat piala yang belum pernah disentuhnya itu. Bisa jadi bohong kalau Liverpool sama sekali tidak berpikir soal trofi.
Andai tampil sebagai juara di akhir masa 38 pekan, Liverpool bakal menyudahi puasa yang sudah berlangsung lebih dari 20 tahun, rekor 19 gelar milik sang rival, MU, hanya berlangsung semusim. Dalglish bakal dielu-elukan, orang yang terakhir kali membawa Liverpool menjuarai Liga Inggris itu telah kembali untuk mengangkat timnya sekali lagi. Return of The King! Sungguh imajinasi yang menyenangkan jika jadi kenyataan, bukan?
Namun, bukan hanya Liverpool yang menginginkan hal seperti itu. Sekitar 35 mil dari Liverpool, di kota Manchester, ada Manchester City yang begitu ingin mendapatkan kegemilangan yang sudah dirasakan rival sekota mereka. City ingin membeli mimpi dengan uang, uang yang kemudian mereka gunakan untuk membangun skuad yang "wah".
Hasilnya memang tidak jelek. Setidaknya anak-anak asuh Roberto Mancini itu sudah menunjukkan bahwa mereka punya kapasitas untuk mengangkat trofi. Piala FA musim lalu adalah buktinya. Terbayang bagaimana jika akhirnya keluar sebagai juara? Sir Alex Ferguson bisa jadi akan semakin terusik dengan 'Si Tetangga Cerewet', dan sebaliknya The Citizens bakal punya rasa pede lebih besar di hadapan The Red Devils.
Tapi, imajinasi takkan berarti apa-apa jika tidak terwujud. Setiap pesepakbola di dunia ini bisa mengimajinasikan trik-trik menawan di dalam benaknya, namun apa artinya jika mereka tak mampu mempraktikannya di lapangan dan menunjukkannya. Apa artinya memimpikan trofi jika tidak bisa mengangkatnya?
Di sinilah bagaimana seorang manajer mengaplikasikan visinya menjadi penting. Dalglish berusaha membuat kedalaman skuad yang cukup supaya Liverpool bisa bersaing sepanjang musim. Maka, dibelilah pemain-pemain yang dinilainya berbakat dan bertalenta seperti Jordan Henderson dan Stewart Downing.
Sedangkan City masih berpedoman pada pembelian nama-nama besar. Dalam pandangan mereka, ini bukan hal yang salah. Toh, langkah seperti ini sudah berhasil membuat mereka mengakhiri puasa trofi sejak 1976. Mancini masih meracik taktiknya dengan mengandalkan pengalaman pemain-pemain top yang dimilikinya. Musim ini didatangkanlah olehnya seorang Sergio Aguero.
Hanya saja, tim-tim lain di luar Liverpool dan City tak serta-merta ongkang-ongkang kaki dengan status unggulan. MU, misalnya, punya tekad untuk semakin menebalkan status sebagai raja dengan meraih titel ke-20. Sir Alex punya kepercayaan besar pada pemain-pemain muda yang menghuni timnya, yang sudah solid sejak musim lalu. Plus, 'Setan Merah' kini dikabarkan kian dekat untuk mendapatkan Wesley Sneijder. Sir Alex tidak mau main-main dalam memperkuat skuadnya.
Di kubu lain, Chelsea menaruh kepercayaan besar pada sosok Andre Villas-Boas. The Blues tidak (atau belum) melakukan pembelian yang istimewa selama bursa transfer musim panas. Tapi, Villas-Boas cukup percaya diri bisa membangkitkan kembali potensi yang ada di dalam skuadnya. Ia tahu, nama-nama seperti Didier Drogba, John Terry, dan Frank Lampard, meski sudah mulai masa senja karier, masih cukup mumpuni untuk bersaing di liga domestik. Tinggal bagaimana ia memoles mereka menjadi segar kembali.
Dengan latar belakang tekad yang berbeda, setiap klub bakal mulai bersaing di Premier League mulai akhir pekan ini. Seru? Pasti! Tapi, siapa yang akan keluar sebagai juara? Nantikan saja, sembari meniadakan ketidakmungkinan itu sendiri. Dijamin, pasti lebih seru.
==
* Penulis adalah wartawan detiksport, beredar di dunia maya dengan akun twitter @rossifinza
Tidak ada komentar:
Posting Komentar